NILAI-NILAI SYARIAH DALAM PRAKTEK BISNIS

http://iseg-s1.feb.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2014/10/jual-beli.jpgAl-Quran memandang bisnis (perdagangan) sebagai pekerjaan yang menguntungkan. Banyak instruksi dalam al-Qur‟an, dalam bentuknya yang sangat detail, tentang praktek bisnis yang dibolehkan dan yang tidak diperbolehkan.



Ketetapan „boleh‟ dan „tidak‟ dalam kehidupan manusia telah dikenal sejak manusia pertama, Adam dan Hawa diciptakan. Seperti dikisahkan dalam kitab suci Al-Qur‟an, kedua sejoli ini diperkenankan oleh Allah memakan apa saja yang mereka inginkan di surga, namun jangan sekali-sekali mendekati sebuah pohon yang apabila dilakukan mereka akan tergolong orang-orang yang zalim.
Prinsip „boleh „ dan „tidak‟ tersebut berlanjut dan dilanjutkan oleh para nabi-nabi yang diutus oleh Allah termasuk Nabi Ibrahim, Musa, Isa, dan Muhammad SAW. Mereka diutus untuk merealisir ketentuan sang Pencipta dalam seperangkat regulasi agar dapat mengarahkan manusia hidup bahagia di dunia. Tata nilai itu diletakkan sebagai regulator kehidupan guna mencegah kerusakan yang ditimbulkan oleh tingkah laku manusia yang cendrung egoistis dan liar. Tata nilai itulah yang disebut dengan etika (Badroen, Suhendra, dkk :2006).

Kata-kata „etika‟ berasal dari bahasa Yunani yakni dari kata ethos yang berarti kebiasaan (custom) atau karakter (character). Dalam kata lain seperti pemaknaan dan kamus Webster berarti “the distinguishing character, sentiment, moral nature, or guiding beliefs of a person group, or institution” (karakter istimewa, sentimen, tabiat moral, atau keyakinan yang membimbing seseorang, kelompok atau institusi (Badroen, dalam Webster‟s : hal 393)
Secara terminologis etika didefinisikan sebagai berikut : “The systematic study of the nature of value concepts, good, bad, ought, right, wrong, etc, and of the general principles which justify us in applying them to anything; also called moral philosophy (Zubair :1995). Ini artinya, bahwa etika merupakan studi sistematis tentang tabiat konsep nilai, baik, buruk, harus, benar, salah dan lain sebagainya, dan prinsip-pinsip umum yang membenarkan kita untuk mengaplikasikannya atas apa saja, di sini etika dapat dimaknai sebagai dasar moralitas seseorang dan di saat bersamaan juga sebagai filsufnya dalam berperilaku.

Secara terminologis arti kata etika sangat dekat pengertiannya dengan istilah Al-Qur‟an al-khuluq. Untuk mendeskripsikan konsep kebajikan, Al-Quran menggunakan sejumlah terminology sebagai berikut : khair, bir, qiat, ‘adl, haqq, ma’ruf, dan taqwa (Badroen :2006).

Etika bisnis Islam merupakan kumpulan aturan-aturan ajaran (doktrin) dan nilai-nilai yang dapat menghantarkan manusia dalam kehidupannya menuju tujuan kebahagiaan hidup baik di dunia maupun akhirat. Badroen (2006) didalam bukunya menjelaskan ada beberapa ciri khas etos kerja islami yang dapat diakomodir dari implementasi nilai Islam dalam Al-Qur‟an dan Hadits, diantaranya : menghargai waktu, ikhlas, jujur, komitmen kuat, istikomah, disiplin dalam bekerja, konsekuen dan berani tantangan, disiplin, kreatif, percaya diri dan ulet, bertanggung jawab, bahagia karena melayani, memiliki harga diri, memiliki jiwa kepemimpinan, berorientasi pada masa depan, hidup hemat, jiwa wirausaha, insting bertanding dalam kompetisi kebaikan, keinginan mandiri, selalu belajar, orientasi pada produktivitas, perkaya jaringan silaturrahmi, semangat perantauan dan semangat perubahan.

Qardawi (1997) dalam bukunya norma dan etika ekonomi Islam secara tegas telah memisahkan antara nilai-nilai dan perilaku dalam perdagangan. Di antara norma-norma atau nilai-nilai syariah itu adalah sebagai berkut :

1. Larangan memperdagangkan barang-barang haram
2. Bersikap benar, amanah, dan jujur
3. Menegakkan keadilan dan mengharamkan bunga
4. Menerapkan kasih saying dan mengharamkan monopoli
5. Menegakkan toleransi dan persaudaraan
6. Berpegang pada prinsip bahwa perdagangan adalah bekal menuju akhirat.

PERILAKU EKONOMI PEDAGANG

Daniel Kahneman (2002) di dalam Foundation of Behavioral and Experimental Economics menyatakan bahwa pengambilan keputusan untuk berperilaku dipengaruhi oleh faktor ekonomi dan psikologi. Economists typically assume that market behavior is motivated primarily by material incentives, and that economic decisions are governed mainly by self-interest and rationality. Di sini dikatakan bahwa : ekonom mengasumsikan bahwa perilaku pasar motivasi dasarnya adalah dorongan materi dan dibangun oleh kepentingan pribadi serta rasionalitas. Secara psikologi dikatakan bahwa cognitive psychologists consider an interactive process where several factors may influence a decision in a non-trivial way. These components include perception, which follows its own laws, as well as beliefs or mental models for interpreting situations as they arise. Intrinsic motives, such as emotions – the state of mind of the decision-maker – and attitudes – stable psychological tendencies to relate to a given phenomenon in one's environment – may influence a decision. Artinya secara psikologi pengambilan keputusan dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya persepsi yang diikuti dengan kebiasaan, kepercayaan. Motivasi intrinsik, seperti emosi dan attitut.

Di dalam “Behavioral macroeconomics and macroeconomic behavior” Akerlof (2003) menjelaskan “In the spirit of Keynes’ General Theory, behavioral macroeconomists are rebuilding the microfoundations that were sacked by the New Classical economics. It is argued in this lecture that reciprocity, fairness, identity, money illusion, loss aversion, herding, and procrastination help explain the significant departures of real-world economies from the competitive, general-equilibrium model. The implication is that macroeconomics must be based on such behavioral considerations.” Di sini dijelaskan bahwa perilaku makroekonomi adalah kegiatan perekonomian yang didasarkan atas pertimbangan ke-tujuh aspek pondasi mikro yaitu adanya persamaan hak, kejujuran, identitas , money illusion, keengganan kerugian, berkelompok, dan membantu menjelaskan penundaaan perubahan riil ekonomi dunia dari persaingan, model general-equilibrium . Jadi implikasinya adalah makroekonomi harus menjadi pertimbangan dalam perilaku ekonomi secara makro.

Sementara itu menurut James Scott dalam Damsar (2002) melihat manusia merupakan makhluk yang begitu terikat pada moral-moral yang berlaku dalam masyarakat, termasuk moral ekonomi. Semua perilaku individu, termasuk perilaku ekonomi , harus merujuk kepada norma-norma moral yang terdapat pada masyarakat.Jadi perilaku muncul dari nilai-nilai yang dianut. Idealnya, umat Islam mengenal betul klausul-klausul syariah sebagai dasar pembentukan konsep menuju kesadaran hukum dan membiasakan diri mengaktualisasikan diktum-diktum syariah dalam kehidupan sehari-hari sehingga membentuk prinsip dan perilaku syar‟iyah secara normative-empiris, idealis historis, sehingga nilai-nilai syariah bisa berfungsi sebagai panduan bagi umat Islam dalam merealisasikan nilai-nilai keberagamaan dalam konteks ibadah dan muamalah serta mengelaborasi unsur-unsur sosio kultural sesuai dengan norma-norma ilahiah. Nilai-nilai syariah merupakan motivator dan dinamisator pemunculan perilaku disiplin dalam realitas kehidupan dan nilai ilahiyah sebagai supremasi refrensif (Azwar:2002, Hakim:1999, dalam Iffattin Nur:2007).

Melalui potensi penalarannya, umat Islam mampu menangkap niali-nilai syariah untuk dijadikan sebagai lentera sikap-tingkah laku. Adapun seberapa jauh daya serap individu atas niali-niali syariah sebagai lentera sikap perilaku banyak dipengaruhi oleh situasi dan kondisi sosio kultural yang melingkunginya (Roucek, 1999). Kehidupan masyarakat muslim sebagai
komoditas idealnya lebih kental mencerminkan kristalisasi nilai-nilai syariah, yang cukup variatif dalam sisi keagamaan dan kebudayaan. 

Menurut Devos (1987) perilaku memiliki pengertian yang cukup luas, sehingga mencakup segenap pernyataan atau ungkapan, artinya bukan hanya sekedar perbuatan melainkan juga kata-kata, ungkapan tertulis dan gerak gerik.

Dalam melihat hubungan antara nilai-nilai syariah dengan perilaku pedang, disini penuliskan mengutip penjelasan dari Qardawi (1997). Secara rinci dijelaskan perilaku yang terkait dengan nilai-nilai di atas sebagai berikut :

1) Larangan memperdagangkan barang yang haram

Perilaku yang muncul dari memahami nilai ini adalah pedagang tidak akan menjual barang-barang seperti psikotropika, barang kadaluarsa, barang-barang merusak atau berbahaya, media informasi yang mempromosikan ide-ide merusak, buku-buku/majalah yang berisikan pornografi, dan barang-barang yang diciptakan musuh-musuh Allah.

2) Bersikap benar, amanah dan jujur

Perilaku yang muncul dari bersikap benar (shiddiqi) adalah tidak berbohong dalam mempromosikan harga dan penetapan harga, apalagi diiringi sumpah palsu. Diantara perilaku yang muncul dari sikap amanah (tanggung jawab) adalah menepati janji atau kontrak, menjelaskan ciri-ciri, kualitas, harga barang tanpa melebih-lebihkannya. Sementara perilaku yang akan muncul dari bersikap jujur adalah menjelaskan kekurangan-kekurangan barang dagangan yang dia ketahui, dan yang tidak terlihat oleh pembeli, tidak melipatgandakan harga dalam jual beli.
3) Menegakkan keadilan dan mengharamkan bunga (riba)/ menghindari yang batil

Perilaku dari nilai ini diantaranya adalah tidak melakukan bai‟y gharar (jual beli yang mengandung ketidakjelasan), tidak bertransaksi dengan lembaga riba, menyempurnakan timbangan dan takaran, tidak melakukan penimbunan barang dengan tujuan mempermainkan harga, bersegera dalam membayar hutang kalau sudah tiba waktunya, melakukan pencatatan terhadap semua transaksi usaha, dan membayar gaji karyawan tepat waktu.

4) Menerapkan kasih sayang dan mengharamkan monopoli

Di antara perilaku yang berhubungan dengan nilai ini adalah tidak menggusur pedagang lain, tidak monopoli, dan tidak menjelek-jelekkan bisnis orang lain.

5) Menegakkan toleransi dan persaudaraan

Perilaku yang akan muncul adalah toleransi dalam penerimaan piutang/mengundurkan penagihan piutang (memberikan kelapangan kepada orang yang berhutang), mengeluarkan sedekah, dan tolong menolong dalam kebaikan. Selain itu tidak melakukan penipuan, seperti menonjolkan keunggulan barang tapi menyembunyikan cacatnya, melipatgandaka harga terhadap orang yang tidak mengetahui harga pasaran, dan menyonsong penjual.
6) Berpegang pada prinsip bahwa perdagangan adalah bekal menuju akhirat

Perilaku yang berhubungan dengan nilai ini diantarnya adalah tidak bertransaksi pada waktu shalat jumat, tidak meninggalkan shalat/tidak melalaikan diri dari ibadah, niat yang lurus, selalu ingat kepada Allah dalam berdagang, mengukur waktu berdagang dan puas dengan keuntungan
yang diperoleh, menghindari syubhat, dan membayarkan zakat.

refrensi:
Yenti, Elfina: "pengaruh pemahaman nilai-nilai syariah terhadap perilaku bisnis pedagang Minang pada pasar Aur kuning Bukittinggi"
Back To Top