Prinsip dasar etika Islami dan prakteknya dalam binis



        Ada lima prinsip yang mendasari etika Islam yaitu:
1.     Unity (Kesatuan)
      Merupakan refleksi konsep tauhid yang memadukan seluruh aspek kehidupan baik ekonomi, sosial, politik budaya menjadi keseluruhan yang homogen, konsisten dan teratur. Adanya dimensi vertikal (manusia dengan penciptanya) dan horizontal (sesama manusia). Prakteknya dalam bisnis:
a.      Tidak ada diskriminasi baik terhadap pekerja, penjual, pembeli, serta mitra kerja lainnya (QS. 49:13).
b.     Terpaksa atau dipaksa untuk menaati Allah SWT (QS. 6:163) c. Meninggalkan perbuatan yang tidak beretika dan mendorong setiap individu untuk bersikap amanah karena kekayaan yang ada merupakan amanah Allah (QS. 18:46)

2.     Equilibrium (Keseimbangan)
      Keseimbangan, kebersamaan, dan kemoderatan merupakan prinsip etis yang harus diterapkan dalam aktivitas maupun entitas bisnis (QS. 2:195; QS. 25:67-68, 72-73; QS.17:35; QS. 54:49; QS. 25:67). Prakteknya dalam bisnis :
a. Tidak ada kecurangan dalam takaran dan timbangan
b. Penentuan harga berdasarkan mekanis me pasar yang normal.

3.     Free Will ( Kebebasan Berkehendak)
    Kebebasan disini adalah bebas memilih atau bertindak sesuai etika atau sebaliknya : “ Dan katakanlah (Muhammad) kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu, barang siapa yang menghendaki (beriman) hendaklah ia beriman dan barang siapa menghendaki (kafir) biarlah ia kafir” (QS. 18:29). Jadi, jika seseorang menjadi muslim maka ia harus menyerahkan kehendaknya kepada Allah. Aplikasinya dalam bisnis :
a.      Konsep kebebasan dalam Islam lebih mengarah pada kerja sama, bukan persaingan apalagi sampai mematikan usaha satu sama lain. Kalaupun ada persaingan dalam usaha maka, itu berarti persaingan dalam berbuat kebaikan atau fastabiq al-khairat (berlombalomba dalam kebajikan).
b.     Menepati kontrak, baik kontrak kerja sama bisnis maupun kontrak kerja dengan pekerja. “Wahai orang-orang yang beriman, penuhilah janji-janji” (QS. 5:1).

4.     Responsibility (Tanggung Jawab)
     Merupakan bentuk pertanggungjawaban atas setiap tindakan. Prinsip pertanggungjawaban menurut Sayid Quthb adalah tanggung jawab yang seimbang dalam segala bentuk dan ruang lingkupnya, antara jiwa dan raga, antara orang dan keluarga, antara individu dan masyarakat serta antara masyarakat satu dengan masyarakat lainnya. Aplikasinya dalam bisnis :
a.      Upah harus disesuaikan dengan UMR (upah minimum regional).
b.     Economic return bagi pemebri pinajam modal harus dihitung berdasarkan perolehan keuntungan yang tidak dapat dipastikan jumlahnya dan tidak bisa ditetapkan terlebih dahulu seperti dalam sisitem bunga.
c.       Islam melarang semua transaksi alegotoris seperti gharar, system ijon, dan sebagainya.

5.     Benevolence (Kebenaran)
      Kebenaran disini juga meliputi kebajikan dan kejujuran. Maksud dari kebenaran adalah niat, sikap dan perilaku benar dalam melakukan berbagai proses baik itu proses transaksi, proses memperoleh komoditas, proses pengembangan produk maupun proses perolehan keuntungan. Aplikasinya dalam bisnis menurut Al-Ghazali :
a.      Memberikan zakat dan sedekah.
b.     Memberikan kelonggaran waktu pada pihak terutang dan bila perlu mengurangi bebanutangnya.
c.      Menerima pengembalian barang yang telah dibeli.
d.     Membayar utang sebelum penagihan datang.
e.      Adanya sikap kesukarelaan antara kedua belah pihak yang melakukan transaksi, kerja sama atau perjanjian bisnis. f. Adanya sikap ramah, toleran, baik dalam menjual, membeli dan menagih utang.
f.      Jujur dalam setiap proses transaksi bisnis.
g.     Memenuhi perjanjian atau transaksi bisnis.

Referensi:
Nawatmi, Sri (2010), “Etika bisnis dalam Islam”. April 2010, Hal 50 – 58 Vol. 9, No.1 ISSN: 1412-3851.

Back To Top