Halal dan Haram dalam Aktifitas Bisnis Islam

Setiap kegiatan muamalah termasuk berbisnis diperbolehkan selagi tidak ada dalil yang melarangnya. Maka untuk menjelaskan wilayah halal mengenai bisnis tentunya akan mudah ketika langsung dbandingkan dengan wilayah keharaman muamalah tersebut.Mengenai hal-hal yang haram dilakukan dalam bisnis atapun bermuamalah, Allah Swt. berfirman:

  Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil,kecuali dengan jalan perdagangan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu.” (QS. An-Nisa: 29)
Mekanisme suka sama suka adalah panduan dan garis Al-Quran dalam melakukan kontrol terhadap perniagaan yang dilakukan. Teknik, sistem dan aturan main tentang tercapainya tujuan ayat tersebut menjadi ruang ijtihad bagi pakar muslim dalam menerjemahkan konsep dan implementasinya pada konteks modern saat ini. 


Beberapa hal yang haram dilakukan dalam aktivitas bisnis dapat dirincikan sebagai berikut.
1.      Pembuatan dan penjualan barang-barang haram.Jual beli barang yang dzatnya haram, najis atau tidak boleh diperjual belikan. Barang yang najis atau haram dimakan haram juga untuk diperjualbelikan, seperti babi, berhala, bangkai dan khomr (minuman yang memabukkan). Rosulullah SAW bersabda:
“Sesungguhnya Allah apabila mengharamkan memakan sesuatu, maka Diamengharamkan juga memperjualbelikannya.(HR. Abu Daud dan Ahmad)
2.      Jual beli yang belum jelasSesuatu yang bersifat spekulasi atau samar-samar haram untuk diperjualbelikan, karena dapat merugikan salah satu pihak baik itu penjual maupun pembeli. Yang dimaksud dengan samar-samar disini yaitu tidak jelas, baik barangnya, harganya, kadarnya, masa pembayarannya, maupun ketidak jelasan yang lainnya.

3.      Jual beli bersyarat
Jual beli yang ijab kabulnya dikaitkan dengan syarat-syarat terentu yang tidak ada kaitannya dengan jual beli atau ada unsur-unsur yang merugikan dan dilarang oleh agama. Misalnya ketika terjadi ijab qabul si pembeli berkata, “Ya, saya jual mobil ini kepadamu sekian asal anak gadismu menjadi istriku.” 
4.      Jual beli yang dilarang karena dianiaya 
Segala bentuk jual beli yang mengakibatkan penganiayaan hukumnya haram. Seperti menjual anak binatang yang masih membutuhkan induknya. Menjual binatang seperti ini, selain memisahkan anak dari induknya juga melakukan penganiayaan terhadap anak binatang tersebut.

5.      Transaksi yang mengandung unsur ribaPengambilan riba mengakibatkan sesorang menjadi rakus, bakhil, terlampau cermat dan mementingkan diri sendiri. Melahirkan perasaan benci, marah, bermusuhan, dan dengki dalam diri orang-orang yang terpaksa membayar riba. Oleh karena itu Allah  membenci dan melarang riba dan menghalalkan sedekah.
6.      Mengurangi timbangan atau takaranKecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang (dalam menakar dan menimbang), yaitu orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi” (QS. Al-muthaffifin: 1-3)
7.      Judi (al-maysir)Al-Qur’an melarang tegas berjudi. Judi ditetapkan sebagai hal yang harus dihindari dan dijauhi oleh orang yang beriman bersama-sama dengan larangan khamr dan mengundi nasib, karena termasuk dalam perbutan setan.
8.      Ihtikar (Penimbunan)Penimbunan adalah pengumpulan dan penimbunan barang-barang tertentu yang dilakukan daengan sengaja sampai batas waktu tertentu untuk menunggu tingginya harga barang-barang tersebut. Dari sudut pandang ekonomi, menyebabkan tidak transparan dan keruhnya peran serta menyulitkan pengendalian pasar sehingga dapat membahayakan perekonomian dan moral.
9.      Monopoli
Situasi dalam pasar dimana hanya ada satu atau segelintir perusahaan yang menjual produk atau komoditas tertentu yang tidak punya pengganti yang mirip dan ada hambatan bagi perusahaan untuk masuk dalam industri tersebut.
Praktek monopoli berlawana dengan etika bisnis baik dari segi akan merugikan banyak pihalk maupun akan menyebabkan tidak transparannya transaksi-transaksi di pasar.
Dampaknya, akan muncul sebuah tindakan eksploitatif orang yang berkuasa terhadap golongan yang membutuhkan, mereka akan dengan mudah menentukan harga sesuai dengan keinginan mereka untuk menumpuk harta.
10.  Jual beli barang rampasan dan curianBarang siapa yang membeli barang curian sedangkan ia tau bahwa barang itu curian, maka ia ikut dalam dosa dan kejelekannya.” (HR. Baihaqi).

Prinsip-Prinsip Dasar Transaksi dalam Islam

1.      Prinsip Persaudaraan (ukhuwah)
Nilai universal yang menata interaksi sosial, harmonisasi kepentingan, saling menolong & memberi manfaat. Dalam prinsip ukhuwah (persaudaraan), seseorang tidak boleh mendapat keuntungan di atas kerugian orang lain.
Prinsipukhuwah: saling mengenal (ta’aruf), memahami (tafahum), menolong (ta’awun), menjamin (takaful), bersinergi, beraliansi (tahaluf).
2.      Prinsip keadilan (‘adalah)
Tempatkan sesuatu pada tempatnya, berikan sesuatu pada yang berhak, perlakukan sesuatu sesuai posisinya.Implementasi keadilan dalam kegiatan usaha berupa aturan prinsip muamalah yang melarang adanya unsur riba, zalim, maysir, gharar, haram.
3.      Prinsip Kemaslahatan (mashlahah)
Segala kebaikan & manfaat berdimensi duniawi & ukhrawi, material & spiritual, individual & kolektif.Kemaslahatan harus memenuhi dua unsur yakni kepatuhan syariah (halal) serta bermanfaat dan membawa kebaikan (thayyib) dalam semua aspek.Transaksi syariah yang bermaslahat harus memenuhi secara keseluruhan unsur-unsur yang menjadi tujuan ketetapan syariah (maqasid syariah).
Maqashid Syariah: (a) akidah, keimanan dan ketakwaan, (b) intelek, (c) keturunan, (d) jiwa dan keselamatan, dan (e) harta benda.
4.      Prinsip Keseimbangan (tawazun)
Aspek material/spiritual, privat/publik, sektor keuangan/riil, bisnis/sosial, pemanfaatan/pelestarian.Transaksi syariah tidak hanya menekankan pada maksimalisasi keuntungan perusahaan semata untuk kepentingan pemilik (shareholder).Manfaat yang didapatkan tidak hanya fokus pada pemegang saham, tetapi pada semua pihak yang terkait dengan suatu kegiatan ekonomi. 5.      Prinsip universalisme (syumuliyah) Esensinya dapat dilakukan oleh, dengan, dan untuk semua pihak yang berkepentingan (stakeholder).Universalisme tidak membedakan suku, agama, ras dan golongan, sesuai dengan semangat rahmatan lil alamin.

refrensi: http://mahasiswasuksesmulia.blogspot.co.id
1 Komentar untuk "Halal dan Haram dalam Aktifitas Bisnis Islam"

kunjungi blogku
buatkueyuk.blogspot.co.id

Back To Top