Ijtihad dalam Islam

Bentuk-bentuk ijtihad
a. Ijma'
    kesepakatan para pakar Islam tentang hukum suatu masalah yang belum disebutkan dalam Alquran dan hadits
   Kesepakatan seluruh mujtahid tentang hukum syara' yang belum ditentukan hukumnya setelah rasulullah SAW wafatBerpegang pada hasil ijma' diperbolehkan berdasarkan QS. Annisa': 59.
    Berdasarkan ayat tersebut setiap muslim di samping diperintahkan untuk taat dan patuh kepada Allah dan Rasul-Nya, juga harus taat kepada yang mempunyai keahlian (kekuasaan) di bidangnya, termasuk para mujtahid (ulama). Contoh ijma' adalah mengumpulkan ayat-ayat Alquran yang masih berserakan kemudian membukukannya sebagai mushaf sebagaimana yang kita miliki sekarang.

b.     Qiyas
     Menurut istilah, qiyas berarti menetapkan hukum suatu masalah atau kejadian yang tidak ada hukumnya dengan masalah yang sudah ada hukumnya, karena di antara keduanya ada persamaan illat (sebab-sebab hukum). 
    Contoh: mengharamkan minuman keras seperti bir atau wiski. Haramnya minuman ini karena diqiyaskan dengan khamar yang disebutkan dalam Alquran (QS. Almaidah: 90-91) karena antara kedua-duanya terdapat persamaan illat (sebab, alasan, sifat) yaitu sama-sama memabukkan atau najis.

    Perihal ijtihad ini, dapatlah disimpulkan bahwa problematika kehidupan manusia yang muncul senantiasa bisa dijawab oleh Islam melalui pintu ijtihad. Serta Islam sangat menghargai peran akal, asal peran akal ini dipergunakan melalui rambu-rambu yang telah ditetapkan. Dari segi inilah Islam sangat menghargai ijtihad.Sebagaimana sabda rasulullah SAW:"Apabila seseorang hakim memutuskan perkara, kemudian ia melakukan ijtihad dan ternyata hasil ijtihadnya benar, maka ia memperoleh dua pahala, namun apabila ijtihadnya salah, maka ia memperoleh satu pahala" (HR. Bukhari Muslim)

c.      Istihsani
    Yaitu memindahkan hukum dari ketentuan umum kepada pengecualian karena adanya alasan yang lebih kuat.

d.     Istishab
    Yaitu Menetapkan sesuatu menurut keadaan sebelumnya sampai adanya dalil yang merubah keadaan tersebut., 

e.     Maslahatul Mursalah
   Yaitu mencari kemaslahatan sedangkan menurut ahli ushul fiqh adalah menetapkan hukum suatu masalah yang tidak ada nashnya atau tidak ada ijma’nya, dengan berdasar pada kemaslahatan semata ( yang oleh syara’ tidak dijelaskan dibolehkan atau dilarang) atau bila juga sebagai memberikan hukum syara’ kepada suatu kasus yang tidak ada dalam nas atau ijma’ atas dasar memelihara kemaslahatan.


Back To Top